*cekidot*
Belum sempat kau mencapai titik kemenangan atas pengharapanmu, akan ada saatnya sekitaran hati kecilmu menghasut dan bergembira saat kau terhasut olehnya. Mereka akan menundukkan engkau bagai tanah gersang yang dimusuhi tanaman hijau menyegarkan mata. Saat dimana engkau sangat kaku dan bergetar ketakutan akan kesendirian mencintai apa yang ingin kau genggam lama. Saat dimana hanya dirimu yang mengetahui alasan mengapa kau mencintai apa yang kau inginkan, apa yang ingin lama kau genggam.
Aku berfikir, ketika saat itu tiba kau memang tengah sendiri. Kau memang serupa tanah gersang, tidak punya kawan. Hanya kerumunan orang-orang yang membenci dirimu, caramu, dan setiap gerikmu. Jangan pernah berharap kebahagian, hidupmu akan segera patah oleh cemooh mereka. Jangan sekali-kali berharap suka cita, nyawamu akan habis dengan pedang mereka.
Apakah kau tahu jika mereka benar-benar tidak menyukai keberadaanmu?. Mereka selalu menertawakanmu, meremehkanmu, dan seluruh kemampuanmu, hanyalah sampah. Sam-pah. Bagi mereka kehidupanmu adalah benalu, lebih baik dibunuh daripada mengganggu. Sudahlah, lambaikan saja tanganmu, dan segeralah menyerah.
Apa kau tidak percaya padaku? Haruskah aku mengulang lagi? Kamu adalah sampah bagi mereka. Hidupmu hanyalah benalu. Aku, akulah kawanmu yang sesungguhnya, teman. Akulah, Sepi.
†††
Merekalah yang benar-benar ingin bersamamu. Merekalah yang paling nyata mengungkap cinta padamu, lewat tatapan kebencian yang menanarkanmu.
Merekalah sesungguhnya setengah balasan akan kemenangan yang kau harapkan itu. Sesungguhnya, raga yang Tuhan ciptakan untukmu, seluruh darah yang mengalir dalam tubuhmu, hatimu, detakan jantung dan tarikan nafasmu, penglihatanmu, diammu adalah pusat dari kebencian mereka. Sesungguhnya merekalah balasan pengharapan cinta yang Tuhan berikan sementara waktu, agar kelak kamu siap menjadi pemenang.
Ketika telah berakhir saat kebencian itu, setengah cinta yang kau harapkan akan memelukmu bersama Tuhan. Sudah pasti terbalaskan rasa malu dan kekuranganmu, saat pembuatan dosa lain dengan berprasangka akan apa yang mereka pikirkan, bicarakan, tertawakan. Akan terbalaskan rasa takut kalah akan menghadapi mereka sendirian, karena yang lain meninggalkanmu, tega melihatmu, dan mereka yang mengasihani namun tak mampu bersamamu. Jangan percaya pada kebencian, itu hanya bagian dari cinta yang akan kau syukuri.
Saat itu, saat di mana terasa ada gumpalan di dalam dadamu dan cekikan pada tenggorokanmu. Matamu yang merekat, mengkerut menahan kesakitan pengkhianatan yang kau tuduh adalah kesalahan Tuhan atas penciptaanmu. Saat itu, Tuhan sedang mengajarkanmu untuk menang, Dia memberitahu cara untuk menjadi seorang pemenang.
Jangan mengutuk mereka karena membencimu. Mereka adalah yang mengantarkanmu ke puncak kemenangan. Jangan membalas apa yang mereka lakukan, bahkan sekedar bercita-cita membuktikan kekuatanmu padanya. Aku memelukmu dalam kehangatan saat dingin menusuk tulangmu, kala hampir pagi kau baru melangkahkan kakimu ke ruang tidur kecil kita. Bersama cinta yang silih berganti hadir mendekapmu, saat kau malah tak mampu terlelap memikirkan mereka yang masih tak lelah menjatuhkan tumpukan pengharapanmu. Aku memelukmu mewakili Tuhan yang amat menyayangimu, merekalah sumber kemenangan dan kekuatanmu. Merekalah yang turut membesarkanmu kelak, aku, dan menjadikan perisai-perisai kecil kita sebagai sesungguhnya tameng yang bisa kau andalkan.
Dari cinta Tuhan yang tak mampu kau ukur, Dia menjadikan kebencian ada di dalamnya. Cintailah mereka yang membencimu, dalam diam dan kalahmu sesaat. Dari cinta Tuhan yang tak sanggup kau rasakan, Dia menjadikanmu hidup sebab darimu, kebencian adalah cintaNya.
Aku berfikir, ketika saat itu tiba kau memang tengah sendiri. Kau memang serupa tanah gersang, tidak punya kawan. Hanya kerumunan orang-orang yang membenci dirimu, caramu, dan setiap gerikmu. Jangan pernah berharap kebahagian, hidupmu akan segera patah oleh cemooh mereka. Jangan sekali-kali berharap suka cita, nyawamu akan habis dengan pedang mereka.
Apakah kau tahu jika mereka benar-benar tidak menyukai keberadaanmu?. Mereka selalu menertawakanmu, meremehkanmu, dan seluruh kemampuanmu, hanyalah sampah. Sam-pah. Bagi mereka kehidupanmu adalah benalu, lebih baik dibunuh daripada mengganggu. Sudahlah, lambaikan saja tanganmu, dan segeralah menyerah.
Apa kau tidak percaya padaku? Haruskah aku mengulang lagi? Kamu adalah sampah bagi mereka. Hidupmu hanyalah benalu. Aku, akulah kawanmu yang sesungguhnya, teman. Akulah, Sepi.
†††
Merekalah yang benar-benar ingin bersamamu. Merekalah yang paling nyata mengungkap cinta padamu, lewat tatapan kebencian yang menanarkanmu.
Merekalah sesungguhnya setengah balasan akan kemenangan yang kau harapkan itu. Sesungguhnya, raga yang Tuhan ciptakan untukmu, seluruh darah yang mengalir dalam tubuhmu, hatimu, detakan jantung dan tarikan nafasmu, penglihatanmu, diammu adalah pusat dari kebencian mereka. Sesungguhnya merekalah balasan pengharapan cinta yang Tuhan berikan sementara waktu, agar kelak kamu siap menjadi pemenang.
Ketika telah berakhir saat kebencian itu, setengah cinta yang kau harapkan akan memelukmu bersama Tuhan. Sudah pasti terbalaskan rasa malu dan kekuranganmu, saat pembuatan dosa lain dengan berprasangka akan apa yang mereka pikirkan, bicarakan, tertawakan. Akan terbalaskan rasa takut kalah akan menghadapi mereka sendirian, karena yang lain meninggalkanmu, tega melihatmu, dan mereka yang mengasihani namun tak mampu bersamamu. Jangan percaya pada kebencian, itu hanya bagian dari cinta yang akan kau syukuri.
Saat itu, saat di mana terasa ada gumpalan di dalam dadamu dan cekikan pada tenggorokanmu. Matamu yang merekat, mengkerut menahan kesakitan pengkhianatan yang kau tuduh adalah kesalahan Tuhan atas penciptaanmu. Saat itu, Tuhan sedang mengajarkanmu untuk menang, Dia memberitahu cara untuk menjadi seorang pemenang.
Jangan mengutuk mereka karena membencimu. Mereka adalah yang mengantarkanmu ke puncak kemenangan. Jangan membalas apa yang mereka lakukan, bahkan sekedar bercita-cita membuktikan kekuatanmu padanya. Aku memelukmu dalam kehangatan saat dingin menusuk tulangmu, kala hampir pagi kau baru melangkahkan kakimu ke ruang tidur kecil kita. Bersama cinta yang silih berganti hadir mendekapmu, saat kau malah tak mampu terlelap memikirkan mereka yang masih tak lelah menjatuhkan tumpukan pengharapanmu. Aku memelukmu mewakili Tuhan yang amat menyayangimu, merekalah sumber kemenangan dan kekuatanmu. Merekalah yang turut membesarkanmu kelak, aku, dan menjadikan perisai-perisai kecil kita sebagai sesungguhnya tameng yang bisa kau andalkan.
Dari cinta Tuhan yang tak mampu kau ukur, Dia menjadikan kebencian ada di dalamnya. Cintailah mereka yang membencimu, dalam diam dan kalahmu sesaat. Dari cinta Tuhan yang tak sanggup kau rasakan, Dia menjadikanmu hidup sebab darimu, kebencian adalah cintaNya.