Jangan Malu menjadi seorang Pemimpi

Senin, 18 Maret 2013

di Postingan lamaku, aku pernah bercerita tentang seorang teman yang mengajarkan aku arti idealisme, yah sii Awan Cumulus, Stepen. dan kali ini, aku akan bercerita sedikit tentang pasangannya, emma watson versiku, sii Ita Cahraeni, aneh memang di nalarku jika memirkan kenapa Tuhan yang maha cinta mempertemukan mereka. inilah takdir, saling melengkapi

Ita pernah membuat perumpamaan untuk pertemanan kami, yaitu "seperti pertemanan yang terburu-buru. Tak sempat mengenal saat dekat, tapi menjaga hubungan saat jauh berpisah"Jika dari Stepen aku belajar tentang pentingnya untuk idealis, eatceh (nama penanya) menggugahku untuk lebih termotivasi dalam mengejar mimpi-mimpiku tanpa lupa dengan kulitku. Mimpiku memang setinggi langit, tapi kaki ku masih harus berpijak di bumi. Be Down To Earth.

Ada 1 tulisan eatceh yang selalu bisa membangkitkan motivasiku, *cekidot* :))))


Kamu, Bukan Sekedar Pemimpi
Aku tahu ada ketakutan  sedang menari-nari dalam benakmu yang juga ku tahu kau coba sembunyikan. Diam, kini menuntumu menjadi pribadi yang semakin kecil dengan ketakutan besar untuk menemui masa depan. Menatap parasmu pada pantulan jelas sebuah cermin saja, membuatmu semakin melihat ketidak jelasan hidupmu sendiri.

Menyamping.., hanya terlihat pipi yang mulai menirus.

Menghadap.., hanya seorang anak manusia.

Apa yang bisa kamu lihat, bahkan dirimu pada pantulan itu tak tega melihat sosok aslinya. Dan kamu semakin larut pada ketakutanmu. Semakin merasa takut dan semakin menjadi takut. Hingga kamu mulai menertawakan dirimu sendiri, mulai mengasihani diri sekaligus mengabaikannya.

Lihat disana, ada segerombolan manusia buruk rupa, ada yang cacat, ada juga yang penyakitan. Tapi mereka hidup dengan permata menyilaukan di dalam otaknya, kecerdasan. Mereka juga punya berlian yang kerlingannya dapat memukau seluruh penjuru dunia, bakat. Dan disaat inilah, dimana orang-orang menyadari betapa adilnya Tuhan itu.

Lihat lagi yang disana, ada sekumpulan manusia dengan uang 30 cm tebalnya, mengalahkan 5 cm jarak mimpi yang kamu cita-citakan. Seperti sebuah buku inspiratif yang kamu coba baca setiap malam, saat keyakinan mulai menggelitik nalurimu sebagai seorang pemimpi handal bahkan ketika kamu belum tertidur.

Di sebelah sana, lihatlah kawanan manusia yang berbondong-bondong mengupayakan agar mimpi-mimpi mereka tidak hanya menjadi sebuah mimpi. Mereka bekerja, menahan malu dan sakit walau dicaci. Mereka tidak banyak menuntut kenapa dirinya tidak makan hari ini, mereka juga  tidak merengek kenapa tak banyak yang bisa disebutkan dari pemberian orang tua mereka selain cinta dan kasih.  Mereka hanya mengatur diri, kapan harus belajar, dan kapan harus berdoa. Mereka juga tidur lebih malam dan bangun lebih awal agar “berusaha” mendapatkan waktu yang lebih lama, seperti lamanya waktu yang selalu kamu rasakan saat menunggu berakhirnya kelas. Bahkan, kawanan manusia itu membaca atau menyaksikan kutipan-kutipan para motivator dengan rutinnya hanya untuk membuat semangat mereka terjaga, agar tetap membara. Walau mereka tahu hidup ini tak secantik rupa, tak segampang kata-kata, dan tak selicin kepala botaknya para motivator itu. Apapun deh.. apapun mereka lakukan supaya mereka selalu bersemangat untuk menggapai mimpi. Dan kamu disini, baru menanyakan dimana keberadaanmu.

Dari kejauhan, aku melihatmu sebagai aku. Aku merasakan sebagaimana yang kamu rasakan. Saat ketakutan-ketakutan menghampirimu seperti sekarang ini, percayalah mereka hanya menjalankan tugas. Tugas sebagai pengingat yang baik. Mereka hanya menjalankan tugas, sebagai  penonton terdepan yang menyorakimu dengan keras saat kamu lupa bahwa kamu sudah tertinggal jauh dalam perlombaan hidup. Saat kamu terbuai dalam kemalasan dan kejenuhan rutinitasmu. Saat kamu tidak menyadari betapa besarnya usaha yang bisa kamu lakukan ketimbang mimpi-mimpi besarmu itu sendiri.

 Dari jauh aku melihatmu sebagai aku, karena aku pernah merasakan seperti yang kamu rasakan. Masa menciut saat orang-orang membicarakan mimpi yang sama, saat merasa malu ketika banyak orang menertawakan, memandang rendah, dan melihat begitu besarnya ketidak mungkinan dalam diri. Sehingga membuatmu ikut-ikutan merendahkan dirimu juga. Tapi percayalah, Mimpi-Bermimpi-Pemimpi, mereka adalah kita. Kamu dan aku. Mereka tidak pantas untuk ditakuti.

Tidak semua manusia melihat dengan dua mata. Tidak semua manusia berbicara sedikit walau Tuhan hanya menciptakan satu mulut saja. Percayalah, kamu masih punya waktu. Waktu untuk meneruskan mimpi, waktu untuk memperjelas mimpi, bahkan waktu untuk mengulang semuanya kembali, dari awal lagi jika kamu mau. Kamu masih punya waktu untuk berusaha, dan Tuhan tidak pernah menutup pintuNya untuk membiarkanmu tidur dihatiNya. Mintalah saat itu, minta sebanyak yang kamu mau. Asal kamu tahu, Tuhan itu lebih kaya dari Abu Rizal Bakrie. Mintalah, memohon padaNya, seakan kamu menarikNya turun ke bumi. Mintalah, memohonlah terus dan terus, jangan berhenti sebagaimana kamu berusaha.

Jangan malu, bila nanti kamu tidak menjadi lautan biru yang luas dan dalam kalau dengan menjadi rumput laut saja kamu sudah sangat bermanfaat. Jangan mau, menjadi ombak yang menghantam kalau kamu mampu menjadi karang yang bertahan. Jadilah pemenang, mulailah dari menang melawan takutmu, rasa malasmu, ketidaktahuanmu. Tebarkanlah kebaikan, paling tidak untuk pikiran dan hatimu sendiri. Menyalalah, walau lilin itu ada. Berbuatlah sesuatu, paling tidak untuk sekitarmu dulu.

 Aku menulis ini bukan karena aku ingin menjadi penulis, tapi aku ingin kamu tahu bahwa kamu tidak berpikir sendirian, bahwa kamu tidak hanya memiliki dua tangan, bahwa hidupmu bukan untuk dirimu sendiri. Aku menulis ini bukan karena aku ingin disebut sebagai penulis, tapi agar kamu tahu sahabat bukanlah dia yang melihat saat kamu mempertunjukan tapi dia yang sedang belajar merasakan apa yang coba kamu sembunyikan, apa yang coba kamu katakan, apa yang tidak ingin kamu bagi. Menggeser rasa tidak enaknya untuk menasehati. Menutup mulutnya saat kamu ingin sunyi. Memahami apa yang tidak kamu mengerti. Dan dia yang masih ada saat kamu pergi.
Agar kamu tahu, tidak perlu merasa malu untuk merasa kurang karena SBY dengan kantong matanya itupun adalah seorang presiden. Dan walaupun Raditya Dika itu kecil nan pendek tapi followersnya bisa sampai jutaan. Bahwa keterbatasan bukanlah batasan yang membatasi ruang-ruang keinginanmu untuk mewujudkan ini itu mimpimu. Bahwa jarak dan waktu ternyata bukanlah ukuran. Bahwa masalahmu bukanlah masalahmu sendiri.

Jika tidak ada lagi yang bisa kamu percayai di dunia ini maka pada kepercayaanlah tempatmu kembali. Itulah kenapa kamu tidak pernah memiliki alasan untuk menyerah. Pancarkanlah sinarmu sendiri, karena kamu itu bukan bintang. Kamu harus tahu, bahwa dirimu sekarang hanya jatuh agar kamu bisa merasakan bagaimana orang-orang yang menangis saat bangkit itu. Bagaimana tidak mudahnya bahkan hanya sekedar mempunyai mimpi. Mengajarkanmu melihat apa yang masih tersisa sekarang. Bagaimana tidak menyenangkannya hanya mendapatkan sisa-sisa, dan betapa tidak kerennya menjadi sisa. Jatuh ini hanya mengajari bagaimana rapuhnya kamu nanti ketika melihat orangtuamu, keluargamu, sahabat-sahabatmu, teman-temanmu, guru-gurumu terharu saat kamu menjadi pribadi yang kuat seperti yang mereka selalu pikirkan tentangmu. Menjadi pribadi sukses dan sejahtera, yang sempurna hidupnya seperti yang selalu mereka doakan untukmu. Agar kamu tahu, menertawakan hidup pun harus pada tempatnya. Berlari pun harus tahu arah tujuannya.

Percayalah, pada apa yang aku tuliskan ini. Karena kepercayaan dan harapanmu agar aku menjadi penulis besar dan menginspirasi jugalah yang membuatku tidak bermimpi untuk menjadi seorang bintang film atau penyanyi.

Berpikirlah selalu bahwa kamu bisa, maka hidupmu akan lebih mudah. Berbahagialah selalu, jangan mengeluh. Karena aku selalu melakukan hal yang sama. Percayalah kamu, kita bukan hanya sekedar pemimpi, juga bukan pemimpi tunggal. Percayalah, selalu ada kesempatan untuk kita yang masih berharap dan terus berkeringat. Mimpi bersama kan realita katanya John Lennon, hehe :). Selamat berjuang jagoan.

Senin, 19 Maret 2012, Sahabatmu yang agak gendut,


                             -Ita Cahraeni-

"karena hidup ini indah begini adanya."






0 komentar:

Posting Komentar