*happy reading :)))*
Jangan anggap kami
anak tiri
Kurang lebih 5 jam aku menunggu giliran untuk masuk kapal
ferry, hingga akhirnya sekitar pukul 00.00 mobil yang aku tumpangi masuk kapal
ferry dan melaju menyebrang menuju Panajam. Lanjut dari panajam menuju Babulu,
Kuaro, Batu Kajang, Muara Komam. Asing dengan nama daerah-daerah diatas ? yah,
inilah daerah pinggiran Kalimantan Timur. Daerah terluar Kalimantan Timur yang
jarang di ekspos. Daerah-daerah ini sangatlah unik. Karena berada di Jalan
Trans Kalimantan Timur-Kalimantan Selatan. Daerahnya masih asli, penduduknya
masih jarang. Jauh dari kata megapolitan. Kehidupan masyarakatnya pun masih
sederhana. Bahkan masih ada masyarakat yang mata pencahariannya berburu di
hutan. Sepanjang jalan Trans Kaltim-Kalsel, sesekali ada warung-warung yang menyediakan makanan, minuman, tempat
beristirahat dan toilet.
Terus berjalan ke selatan hingga mencapai perbatasan
kaltim-kalsel yang biasa disebut “gunung halat”. Aku sangat takjub dengan apa
yang aku lihat. Begitu indahnhya rancangan Tuhan membuat pemandangan yang
benar-benar membuatku takjub. Hijau dan Lebatnya pohon-pohon yang tumbuh
menjulang tinggi, Asap putih yang keluar bekas embun subuh, deretan gunung
tinggi seakan jaraknya hanya 5cm dengan langit, kokohnya bongkahan batu kapur,
hitamnya batu bara yang terpampang jelas tanpa harus digali, ditambah
silau-silau kuning matahari pagi yang menyelinap di antara dedaunan yang lebat.
Sebuah pemandangan yang membuat siapapun berdecak kagum dan memuji Tuhannya.
Namun, di balik keindahan tersebut, daerah-daerah terluar
kaltim seperti Babulu, Kuaro, Batu Kajang, Muara Komam seakan dianggap anak
tiri. Hal ini dikarenakan luasnya daerah Kaltim, jauhnya jarak antara
daerah-daerah tersebut dengan Ibukota dan pusat pemerintahan. Tidak heran jika
dari berbagai macam segi masyarakat yang tinggal di daerah tersebut akan
tertinggal. Misalnya saja dari segi pendidikan dan teknologi. Terbukti dengan
sedikitnya atau bahkan tidak ada mahasiswa asal daerah-daerah tersebut yang
melanjutkan studi perguruan tinggi di Ibukota Kaltim. Kalau pun ada, banyak
dari mereka yang ‘mendua’. Yaitu melanjutkan studi di kalsel. Ada apa dengan
kaltim ? Padahal dilihat dari APBD dan kekayaan daerah, Kaltim lebih
menjanjikan ketimbang kalsel. Apa kalsel lebih mengapresiasi ? Apa karna Kaltim
terlalu banyak ‘anak’ hingga melupakan beberapa ‘anak’ mereka ini ?
Selain masalah pendidikan, masalah sarana transportasi
seperti jalanan juga sangat memprihatinkan. Banyak jalanan berlubang sepanjang
jalan trans kaltim-kalsel terutama yang masih dalam kawasan kaltim. Dimana
peran pemerintah? Padahal kaltim itu sangat kaya, tapi kenapa untuk memperbaiki
jalan saja prosesnya sangat lama. Ketimbang perbaikan jalan yang ada di
Ibukota, bahkan jalan yang masih dapat dikatakan bagus pun diperbaiki lagi oleh
pemerintah. Alhasil, geram dengan lambannya pemerintah menanggapi permasalahan
tersebut, masyarakat secara swadaya memperbaiki jalan tersebut dengan peralatan
seadanya. Seperti menimbun jalan berlubang dengan tanah liat atau memberi rambu
seadanya kepada orang-orang yang melintas untuk lebih berhati-hati saat
melintas di jalan berlubang tersebut. Sebagai imbalannya, orang-orang ini
meminta sumbangan seiklhlasnya kepada setiap pengendara yang lewat. Hingga ada
celetukan beberapa sopir yang mengatakan tanpa harus melihat batas perbatasan
pun kita sudah tau sedang ada wilayah kaltim atau kalsel. Jika jalanan banyak
berlubang dan rusak tandanya anda masih berada di daerah kaltim, sedang jika
perjalanan mulus tanpa jalan berlubang tandanya anda sudah masuk daerah kalsel.
Pemerataan jatah BBM pun disini tidak merata, terbukti
dengan panjangnya antrian kendaraan di SPBU sepanjang jalan trans kalimantan
ini. Pemandangan seperti sudah tidak jarang lagi bagi masyarakat sekitar.
Mereka bahkan sudah biasa mengalami kenaikan harga BBM 3x lipat dikalangan
pengecer. Berbeda dengan masyarakat kota yang jika pasokan BBM sedikit saja
datang terlambat akan menimbulkan banyak komplain dan sumpah serapah di
jejaring sosial.
Pejabat yang berkunjung pun dapat di hitung jari. Seperti
ketua DPRD Kaltim, HM Mukmin Faisyal HP yang datang meninjau jalan Trans
kalimantan pada oktober 2012 lalu. Bahkan jika masyarakat disana ditanya apakah
mereka tau seperti apa ibukota provinsinya, seperti apa wajah gubernur mereka,
aku yakin tidak banyak yang tau.
Daerah-daerah tersebut seakan terlupakan. Seakan di
anggap anak tiri. Hanya sebagai pajangan. Jika di analogikan dengan pulau-pulau
terluar di perbatasan Indonesia-Malaysia, tidak heran masyarakat yang ada di
pinggiran ini memilih untuk ‘Mendua’. Mereka jelas akan lebih memilih siapa
yang lebih ‘menganggap’ mereka ada.
Seandainya para pemimpin/petinggi daerah lebih peduli,
lebih meluangkan waktu untuk mendengarkan aspirasi masyarakat pinggiran, dan
merealisasikan keinginan-keinginan sederhana dari mereka. Bukan tidak mungkin
daerah-daerah tersebut tidak akan menjadi daerah tertinggal hingga ketimpangan
sosial dapat diminimalisir. Bukan tidak mungkin juga daerah-daerah inilah yang
nanti menjadi pundi-pundi pemasukan daerah karena daerah-daerahnya yang masih
asli dan belum banyak di eksplor. Mungkin saja daerah-daerah tersebut sekarang
hanyalah sebongkah batu yang jika nanti kita asah akan menjadi berlian yang
sangat berharga. Siapa yang tau ? yang ku tau kaltim memiliki kekayaan alam yang
luar biasa. Untuk itu, jangan lupakan mereka.
0 komentar:
Posting Komentar