Tulisan seriusku (Part 4)

Sabtu, 11 Mei 2013

Ini sebenarnya tugas dari dosen jurnalistik sih, Tugas membuat feature. tulisan ini aku ketik jam 12 malam loh, padahal deadlinenya besok paginya *the power of kepepet*. maklum, karna aku tipe night person, yang ide-ide di otak muncul di saat semua orang sudah terlelap dengan mimpi mereka masing-masing.
*happy reading :)))*



Jangan anggap kami anak tiri
Aku telah berada di pelabuhan kariangau, Balikpapan tepat pukul 21.00 setelah menempuh perjalanan dari Bontang menuju Balikpapan. Tidak banyak yang berubah setelah 3 tahun yang lalu aku mendatangi tempat ini. Sama seperti 3 tahun yang lalu, pelabuhan ini masih menjadi favorit para supir truk, supir bus, dan supir-supir taksi gelap  untuk menyebrang ke Panajam ketimbang melalui jalan darat yang biasa disebut ‘jalan tembus sepaku’. Sama seperti 3 tahun lalu, pelabuhan ini selalu mengalami antrian yang cukup panjang jika sedang musim libur sekolah dan hari besar keagamaan. Antrian yang cukup panjang inilah yang sering di manfaatkan para sopir untuk beristirahat sembari menunggu antrian masuk kapal ferry. kebanyakan supir lebih memilih mengantri dikarenakan faktor keamanan. Karna di jalan tembus sepaku selain kondisi jalanan banyak yang berlubang, jalan tembus ini rawan perampokan. Inilah alasan mengapa para sopir lebih memilih mengantri berjam-jam, hingga lebih 10 jam ketimbang melewati jalan tembus sepaku.
Kurang lebih 5 jam aku menunggu giliran untuk masuk kapal ferry, hingga akhirnya sekitar pukul 00.00 mobil yang aku tumpangi masuk kapal ferry dan melaju menyebrang menuju Panajam. Lanjut dari panajam menuju Babulu, Kuaro, Batu Kajang, Muara Komam. Asing dengan nama daerah-daerah diatas ? yah, inilah daerah pinggiran Kalimantan Timur. Daerah terluar Kalimantan Timur yang jarang di ekspos. Daerah-daerah ini sangatlah unik. Karena berada di Jalan Trans Kalimantan Timur-Kalimantan Selatan. Daerahnya masih asli, penduduknya masih jarang. Jauh dari kata megapolitan. Kehidupan masyarakatnya pun masih sederhana. Bahkan masih ada masyarakat yang mata pencahariannya berburu di hutan. Sepanjang jalan Trans Kaltim-Kalsel, sesekali ada warung-warung  yang menyediakan makanan, minuman, tempat beristirahat dan toilet.
Terus berjalan ke selatan hingga mencapai perbatasan kaltim-kalsel yang biasa disebut “gunung halat”. Aku sangat takjub dengan apa yang aku lihat. Begitu indahnhya rancangan Tuhan membuat pemandangan yang benar-benar membuatku takjub. Hijau dan Lebatnya pohon-pohon yang tumbuh menjulang tinggi, Asap putih yang keluar bekas embun subuh, deretan gunung tinggi seakan jaraknya hanya 5cm dengan langit, kokohnya bongkahan batu kapur, hitamnya batu bara yang terpampang jelas tanpa harus digali, ditambah silau-silau kuning matahari pagi yang menyelinap di antara dedaunan yang lebat. Sebuah pemandangan yang membuat siapapun berdecak kagum dan memuji Tuhannya.
Namun, di balik keindahan tersebut, daerah-daerah terluar kaltim seperti Babulu, Kuaro, Batu Kajang, Muara Komam seakan dianggap anak tiri. Hal ini dikarenakan luasnya daerah Kaltim, jauhnya jarak antara daerah-daerah tersebut dengan Ibukota dan pusat pemerintahan. Tidak heran jika dari berbagai macam segi masyarakat yang tinggal di daerah tersebut akan tertinggal. Misalnya saja dari segi pendidikan dan teknologi. Terbukti dengan sedikitnya atau bahkan tidak ada mahasiswa asal daerah-daerah tersebut yang melanjutkan studi perguruan tinggi di Ibukota Kaltim. Kalau pun ada, banyak dari mereka yang ‘mendua’. Yaitu melanjutkan studi di kalsel. Ada apa dengan kaltim ? Padahal dilihat dari APBD dan kekayaan daerah, Kaltim lebih menjanjikan ketimbang kalsel. Apa kalsel lebih mengapresiasi ? Apa karna Kaltim terlalu banyak ‘anak’ hingga melupakan beberapa ‘anak’ mereka ini ?
Selain masalah pendidikan, masalah sarana transportasi seperti jalanan juga sangat memprihatinkan. Banyak jalanan berlubang sepanjang jalan trans kaltim-kalsel terutama yang masih dalam kawasan kaltim. Dimana peran pemerintah? Padahal kaltim itu sangat kaya, tapi kenapa untuk memperbaiki jalan saja prosesnya sangat lama. Ketimbang perbaikan jalan yang ada di Ibukota, bahkan jalan yang masih dapat dikatakan bagus pun diperbaiki lagi oleh pemerintah. Alhasil, geram dengan lambannya pemerintah menanggapi permasalahan tersebut, masyarakat secara swadaya memperbaiki jalan tersebut dengan peralatan seadanya. Seperti menimbun jalan berlubang dengan tanah liat atau memberi rambu seadanya kepada orang-orang yang melintas untuk lebih berhati-hati saat melintas di jalan berlubang tersebut. Sebagai imbalannya, orang-orang ini meminta sumbangan seiklhlasnya kepada setiap pengendara yang lewat. Hingga ada celetukan beberapa sopir yang mengatakan tanpa harus melihat batas perbatasan pun kita sudah tau sedang ada wilayah kaltim atau kalsel. Jika jalanan banyak berlubang dan rusak tandanya anda masih berada di daerah kaltim, sedang jika perjalanan mulus tanpa jalan berlubang tandanya anda sudah masuk daerah kalsel.
Pemerataan jatah BBM pun disini tidak merata, terbukti dengan panjangnya antrian kendaraan di SPBU sepanjang jalan trans kalimantan ini. Pemandangan seperti sudah tidak jarang lagi bagi masyarakat sekitar. Mereka bahkan sudah biasa mengalami kenaikan harga BBM 3x lipat dikalangan pengecer. Berbeda dengan masyarakat kota yang jika pasokan BBM sedikit saja datang terlambat akan menimbulkan banyak komplain dan sumpah serapah di jejaring sosial.
Pejabat yang berkunjung pun dapat di hitung jari. Seperti ketua DPRD Kaltim, HM Mukmin Faisyal HP yang datang meninjau jalan Trans kalimantan pada oktober 2012 lalu. Bahkan jika masyarakat disana ditanya apakah mereka tau seperti apa ibukota provinsinya, seperti apa wajah gubernur mereka, aku yakin tidak banyak yang tau.
Daerah-daerah tersebut seakan terlupakan. Seakan di anggap anak tiri. Hanya sebagai pajangan. Jika di analogikan dengan pulau-pulau terluar di perbatasan Indonesia-Malaysia, tidak heran masyarakat yang ada di pinggiran ini memilih untuk ‘Mendua’. Mereka jelas akan lebih memilih siapa yang lebih ‘menganggap’ mereka ada.
Seandainya para pemimpin/petinggi daerah lebih peduli, lebih meluangkan waktu untuk mendengarkan aspirasi masyarakat pinggiran, dan merealisasikan keinginan-keinginan sederhana dari mereka. Bukan tidak mungkin daerah-daerah tersebut tidak akan menjadi daerah tertinggal hingga ketimpangan sosial dapat diminimalisir. Bukan tidak mungkin juga daerah-daerah inilah yang nanti menjadi pundi-pundi pemasukan daerah karena daerah-daerahnya yang masih asli dan belum banyak di eksplor. Mungkin saja daerah-daerah tersebut sekarang hanyalah sebongkah batu yang jika nanti kita asah akan menjadi berlian yang sangat berharga. Siapa yang tau ? yang ku tau kaltim memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Untuk itu, jangan lupakan mereka.

0 komentar:

Posting Komentar